MEDAN, Lidiknews.ci.id- Sejumlah rumusan disepakati dalam konsultasi semiloka sektor kehutanan yang digagas AsM Law Office and Legal, Rabu (20/9/2017), di Hotel Four Poin, Kota Medan, Provinsi Sumatera Utara.
Ada beberapa poin rumusan yang bisa dijalankan demi terciptanya tata kelola hutan yang lebih baik. Poin rumusan disebutkan langsung oleh Oding Affandi, S.Hut., M.P selaku anggota Dewan Kehutanan Nasional (DKN).
Dalam rumusannya, Oding yang juga dosen Fakultas Kehutanan Universitas Sumatera Utara (USU) menyampaikan stakeholder mesti memberikan dukungan kepada semua pihak atas segenap upaya perubahan tata kelola kehutanan yang lebih baik (good forestry governance).
“Interelasi antara stakeholder kehutanan dan kelembagaan, aturan main atau regulasi harus diperbaiki demi terciptanya industri kehutanan yang sehat dan lestari serta kesejahteraan masyarakat,” kata Oding yang didapuk sebagai salah satu pembicara dalam semiloka itu.
Sekalipun terjadi konflik-konflik di antara pemegang izin dengan masyarakat di lapangan, sambung dia, konflik itu harus mampu diselesaikan sendiri sebagai anak bangsa dengan posisi yang saling mendukung dan menguatkan. “Jangan sampai justru bangsa asing yang menyelesaikan masalah kita,” tandas Oding.
Dalam acara ini dihasilkan rumusan Pertemuan Multi Stakeholder. Di antara rumusan itu yakni:
1). Pemerintah telah mendorong upaya penyelesian konflik pengelolaan sumberdaya alam, khususnya hutan melalui beragam kebijkan yang telah dikeluarkan seperti Perhutanan Sosial (Permen LHK No 83 Tahun 2016) dengan target luas sekitar 12,7 juta Ha dan Peta Indikatif Alokasi Kawasan Hutan Untuk Penyediaan Sumber Tanah Obyek Reforma Agraria (TORA) (Kepmen LHK No 180 tahun 2017) dengan target luas 4,8 juta Ha.
2). PT. TPL Tbk memahami pentingnya penerapan prinsip-prinsip Tata Kelola Perusahaan yang Baik (Good Corporate Governance) dalam pengelolaan perusahaan dalam menciptakan usaha bisnis yang bertanggung jawab dan berkelanjutan; Membentuk Forum Stakeholder dalam upaya menjalankan prinsip-prinsip GCG yaitu transparansi, akuntabilitas, responsibilitas, independensi serta kewajaran dan kesetaraan.
.3) Penerapan GCG dapat didorong dari dua sisi, yaitu etika dan peraturan. Dorongan dari etika (ethical driven) datang dari kesadaran individu-individu pelaku bisnis untuk menjalankan praktik bisnis yang mengutaman kelangsungan hidup perusahaan, kepentingan stakeholders, dan menghindari cara-cara menciptakan keuntungan sesaat. Di sisi lain, dorongan dari peraturan (regulatory driven) “memaksa” perusahaan untuk patuh terhadap peraturan perundang-undangan yang berlaku. Kedua pendekatan ini seyogyanya saling melengkapi untuk menciptakan lingkungan bisnis yang sehat.
4). Melalui GCG, PT. TPL Tbk. ingin menanamkan budaya sadar risiko, etika berbisnis, dan tata perilaku yang baik di seluruh insan perusahaan untuk siap berubah dan menciptakan kinerja perusahaan yang unggul.
5). Semua pihak siap untuk melangsungkan komunikasi secara terbuka dalam menemukan titik temu yang menguntungkan semua pihak. Jika masih ditemukan di lapangan terjadi hal yang menympang dari perusahaan di lapangan bisa langsung diaporkan kepada Direktur perusahaan.
Dalam semiloka itu, hadir Komisaris Utama PT. TPL Ignatius Purnomo, Akademisi, LSM dan perwakilan masyarakat sekitar konsesi PT. TPL. (erie/red)
Discussion about this post