MEDAN, Lidiknews.co.id- Kantor Hukum AsM menggelar konsultasi semiloka stakeholder sektor kehutanan di Four Point Hotel Medan. Semiloka yang digelar Rabu (20/9/2017) menghadirkan sejumlah narasumber di antaranya Balai Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (BPSKL KLHK).
Bresman Marpaung selaku Kepala Seksi Tenur dan Hutan Adat BPSKL KLHK menyampaikan bahwa salahsatu penyebab konflik kehutanan adalah adanya ketimpangan penguasaan tenurial. “Dalam mengurangi konflik ini pemerintah telah mengeluarkan kebijakan berupa Program Perhutanan Sosial dalam skema Hutan Kemasyarakatan (HKm), Hutan Desa (HD), Hutan Tanaman Rakyat (HTR), dan Kemitraan Kehutanan,” kata Bresman.
Bresman juga memaparkan sejumlah kasus sektor perhutanan yang dilaporkan ke pihaknya. “Dari laporan yang ada, Riau dan Sumut ada di daftar teratas kasus sektor perhutanan,” papar Bresman.
Dia juga menerangkan bahwa KLHK di era sekarang ini berkomitmen mewujudkan nawacita Presiden Jokowi. “Memang kita akui ada beberapa kesalahan dalam era sebelumnya. Namun itu akan kita perbaiki demi masa depan generasi yang lebih baik,” terang Bresman.
Semiloka itu juga menghadirkan narasumber seperti PT. TPL, perwakilan masyarakat, akademisi, Dewan Kehutanan Nasional dan Walhi Sumut. Sementara, dari PT. TPL, hadir langsung Komisaris Utama Ignatius Ari Joko Purnomo. Dalam paparannya, pria yang akrab disapa Ipung itu menyampaikan bahwa sejak tahun 2015, PT. TPL telah mengumumkan komitmen pembangunan berkelanjutan kepada publik.
“Kami menyadari perlunya dukungan stakeholder dalam mendorong implementasi komitmen tersebut. Acara ini adalah bentuk keseriusan perusahaan dalam menampung masukan konstruktif dari stakeholder untuk perbaikan ke depan,” tegas Ipung yang hadir didampingi sejumlah direksi perusahaan memproduksi bubur kertas tersebut.
Pada prinsipnya, sambung Ipung, perbaikan kesejahteraan masyarakat adalah komitmen PT. TPL dan untuk mencapai hal itu dibutuhkan kolaborasi seluruh komponen yang terkait. Selain komitmen menyejahterakan masyarakat di tingkat nasional, PT. TPL juga telah berkomitmen dalam tingkat global yaitu terkait Keberlanjutan Usaha Jangka Panjang (dalam melakukan penilai stok karbon tinggi dan nilai konservasi tinggi).
Selain itu komitmen Perlindungan dan Konservasi Hutan, Mendukung Masyarakat Lokal secara Proaktif; Menghormati Hak Masyarakat, Adat dan Komunitas, Kepatuhan Hukum dan Sertifikas, Penciptaan Tata Kelola Hutan yang Baik (Good Corporate Governance), dan lainya.
Komitmen internasional ini dilakukan terkait dengan pemasaran produk PT. TPL pada pasar global. “Kami dalam melaksanakan komitmen keberlanjutan di tingkat internasional di monitor oleh dua LSM asing yaitu Rainforest Action Network (RAN) dan Canopy,” ujarnya.
Ditegaskannya, saat ini pihaknya selalu membuka ruang komunikasi dan dialog ke seluruh stakeholder. “Tidak zamannya lagi menutup diri. Di era serba transparan ini kita harus memabahas persoalan di atas meja. Artinya dibahas secara terang-benderang,” tegas Ignatius.
Selain penyampaian materi dari narasumber, dalam acara semiloka ini juga diadakan diskusi dengan para peserta. Salah seorang peserta dari masyarakat yang berasal dari Sipahutar , Bapak Bonar Simanjuntak menyampaikan, bahwa masyarakat menyambut baik komitmen yang akan dijalankan oleh perusahaan. Namun demikian masyarakat ingin memperoleh kejelasan terkait titik temu antara tujuan perusahaan dan tujuan masyarakat yang mungkin berbeda.
Dimana perusahaan pengembangan usahanya fokus ke ekonomi berbasis kayu eukaliptus, sementara masyarakat yang mengembangkan usaha ekonominya berbasis non kayu. Masyarakat menawarkan salahsatu solusinya dengan meminta perusahaan agar memberikan areal yang tidak produktifnya yang tidak cocok dengan eukaliptus untuk ditanami dengan tanaman aren.
Sedang Sabar Silalahi perwakilan warga dari Balige menyampaikan apresiasi dengan adanya niat yang baik dari perusahaan untuk secara langsung berdialog dengan masyarakat dan Masyarakat siap berdialog dengan perusahaan selama perusahaan berada pada rel (yang benar).
Adapun Bapak Hendra Hasubuan dari Tapsel menyampaikan bahwa lahan yang ada di Tapsel merupakan lahan warisan dari nenek moyang masyarakat yang biasanya tidak memiliki bukti kepemilikan. Oleh karenanya memohon kepada Balai PSKL KLHK untuk memfasilitasi agar lahan-lahan yang terjadi konflik dikembangkan dalam skema Perhutanan Sosial. (Erie/red)
Discussion about this post