NATUNA- Pemerintah Kabupaten Natuna tengah dihadapkan dengan kondisi serba salah dalam upaya melengkapi kebutuhan dokter di wilayahnya.
LIDIKNEWS.CO.ID- Dilema ini dihadapi Pemkab Natuna karena dua faktor, yakni kekurangan dokter yang cukup memperihatinkan di Natuna dan faktor lainnya adalah adanya aturan yang tumpang tindih sehingga upaya melengkapi kebutuhan tersebut tidak dapat dilaksanakan.
Bupati Natuna, Wan Siswandi, mengaku tidak bisa berbuat banyak untuk memenuhi keperluan tersebut. “Ya betul, cuma mau gimana lagi, Undang-Undanganya sudah mengatur seperti itu,” kata Wan Siswandi di ruangan Kerjanya, Senin 19 Februari 2024.
Meski begitu, ia juga mengaku telah melakukan komunikasi dengan pememerintah pusat supaya persoalan itu dapat segera dapat solusi.
“Dan kita berharap pada pergantian pemerintahan nasional ini ada kebijakan yang lebih menguntungkan bagi kita di daerah,” harapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Kesehatan Natuna Hikmat Aliansyah, membenarkan adanya kondisi buntu itu. Ia menjelaskan, kegiatan rekrutmen dokter dan tenaga kesehatan terkendala dengan aturan yakni Undang-Undang nomor 20 tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara (ASN).
Pada pasal 65 Undang-Undang itu, terdapat larangan terhadap Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK) untuk mengangkat pengawai non ASN atau non PPPK untuk menempati jabatan ASN atau PPPK.
Di lain sisi, terdapat pula Undang-Undang nomor 17 tahun 2023 tentang kesehatan yang menekankan pemerintah untuk memenuhi kebutuhan dokter sesuai keperluan di daerah.
“Maka kami jadi serba salah, mau melaksanakan amanah undang-undang 17, tapi kami pasti melanggar undang-undang 20 kalau itu dilaksanakan, karena UU 17 lebih tua daripada UU 20 meskipun tahunnya sama,” kata Hikmat di ruangan kerjanya, Jumat 16 Februari 2024.
Sementara, secara faktual Pemerintah Kabupaten Natuna sangat memerlukan tambahan dokter sebanyak 13 orang lagi untuk mengisi kekosongan yang ada di sejumlah Puskesmas.
“Kita kekurangan dokter di Puskesmas. Di satu Puskesmas ada yang dokternya cuma dua, ada banyak juga yang hanya punya satu dokter. Idealnya kita punya tiga dokter di setiap Puskesmas. Ini juga yang membuat kita dilema,” ujar Hikmat.
Hikmat menyebut, kondisi tersebut jelas mempengaruhi ritme pelayanan kepada pasien. Dampak paling kentara adalah penumpukan pasien dengan beragam penyakit yang harus segera tertangani. Wilayah-wilayah pelosok pedesaan Kabupaten Natuna juga membutuhkan kehadiran dokter dan fasilitas kesehatan yang memadai.
Menurut Hikmat, kekurangan jumlah dokter di wilayah-wilayah pelosok pedesaan juga dipicu kesediaan dokter ditempatkan di wilayah terpencil.
“Kebanyakan memilih di perkotaan karena berbagai faktor. Ini jugalah yang menjadi masalah yang harus ada solusinya,” bebernya.
Faktor lain yang menunjang kurangnya jumlah dokter di Natuna adalah sepinya minat dokter mengisi posisi pegawai negeri sipil saat rekrutmen.
“Ini juga dipengaruhi oleh faktor kesejahteraan. Sekolah dokter itu juga mahal, akhirnya banyak yang berpikir ketika jadi PNS penghasilan tidak sepadan. Padahal jadi PNS kan memang murni pengabdian,” tutur Hikmat.
Hikmat mengaku Dinas Kesehatan Natuna tak bisa berbuat banyak dalam upaya memenuhi kebutuhan jumlah dokter. Pasalnya kuota perekrutan dokter merupakan regulasi dari pemerintah pusat.
“Kami tidak bisa mengajukan untuk memenuhi kekurangan tersebut. Kan kuota perekrutan juga dari pemerintah pusat,” jelasnya.
Sumber: RP
Discussion about this post