LINGGA- Kunjungan kerja Tim Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan anggota Komisi VII DPR-RI Fraksi PKB Abdul Wahid yang membidangi Energi, Industri, Riset dan Teknologi ke kabupaten Lingga Provinsi Kepri, selama tiga hari, tepatnya 16-18 Agustus 202 lalu. Hal tersebut diduga menuai berita sehingga terjadi pengamanan alat dan pemasangan garis pns line di lokasi penambangan Perusahan Tambang Yeyen Bintan Pratama (PT YBP), berlokasi di area hutan wilayah Desa Tinjul, Kecamatan Singkep Barat, Kabupaten Lingga, Provinsi Kepri.
LIDIKNEWS.CO.ID- Dari hasil informasi yang dihimpun awak media serta keterangan nara sumber berinisial “MN” menyebutkan bahwa, “Tim KLHK melakukan penyitaan pengamanan 8 unit Dumtruck Ban 10 serta 2 unit Excavator dan pemasangan tanda garis pns line,” ujar MN. Rabu 22 September 2021.
Terang MN, turunnya tim KLHK ketika melakukan kunker ke lokasi aktivitas tambang di wilayah Kecamatan Singkep Barat yakni, lokasi tambang PT. Yenyen Bintan Pratama (YBP), tepatnya berada di area kawasan hutan Desa Tinjul yang diketahui mengantongi izin usaha pertambangan (IUP) Operasi Produksi sejak tahun 2010 dan mendapat perpanjangan izin tahun 2018. Namun PT YBP tidak mengurus Persetujuan Penggunaan Kawasan Hutan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan.
Saat melakukan kunjungan ke lokasi IUP PT Yeyen Bintan Permata (YBP), tim KLHK dan anggota Komisi VII DPR-RI Fraksi PKB Abdul Wahid yang membidangi Energi, Industri, Riset dan Teknologi tidak menemukan seorang pun karyawan atau pengurus perusahaan di lokasi penambangan.
Melalui MN, menurut Wahid waktu itu menyampaikan bahwa, “Kami tidak anti investasi, tapi patuhi aturan mainnya. Bayangkan sudah 11 tahun mengantongi IUP dan menambang di kawasan hutan tanpa izin dari KLHK. Ada apa ini?, Siapa yang bertanggungjawab terhadap kerusakan hutan ini.”
Tambah MN, Abdul Wahid semakin geram setelah mengecek koordinat lokasi tambang perusahaan yang beroperasi di kawasan hutan tanpa izin. Dan diketahui Perusahaan ini juga mengangkut mineral dari luar IUP. “Ini jelas pidana. Aparat penegak hukum tidak boleh ada pembiaran,” ucap Wahid.
Terhadap kegiatan penambangan di kawasan hutan tanpa izin dan di luar IUP, Abdul Wahid menyampaikan, “PT Yeyen Bintan Permata (YBP), dapat dijerat dengan Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan dan UU No 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Selanjutnya, dalam Pasal 17 ayat (1) UU No 188 Tahun 2013, setiap orang dilarang membawa alat-alat berat, melakukan kegiatan penambangan, mengangkut, membeli dan menjual hasil tambang di dalam kawasan hutan tanpa izin kementerian. “Bagi yang melanggar dapat dipidana penjara paling singkat 8 tahun dan paling lama 20 tahun, serta pidana denda paling sedikit Rp20 miliar dan paling banyak Rp50 miliar,” ujar Wahid.
Selain itu, di dalam Pasal 161 UU Nomor 3 Tahun 2020, sanksi pidananya juga ditegaskan, bahwa setiap orang yang menampung, memanfaatkan, melakukan pengangkutan dan penjualan Mineral yang berasal dari luar IUP dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar, sebut Wahid.
Dan saat ini alat PT YBP yang disita diamankan di parkir kawasan Implasment eks penambangan Timah Dabo Kecamatan Singkep. Sebagai informasi tambahan, selain meninjau lokasi (IUP) PT Yeyen Bintan Permata. Tim juga mengunjungi lokasi PT Telaga Bintan Jaya, PT Citra Semarak Sejati dan PT Growa Indonesia di Singkep Barat, serta PT Sanmas Mekar Abadi di Singkep Selatan, tutup MN sebagai sumber media ini.
Hingga berita ini diunggah awak media ini belum bisa konfirmasi kepada pihak-pihak terkait.
Sumber dan Poto : Zulkarnaen
Discussion about this post