MOJOKERTO – Atlet yang berprestasi tidak terbentuk secara instan, namun membutuhkan serangkaian proses yang panjang dan berkesinambungan.
LIDIKNEWS.CO.ID- Salah satu cara yang dapat dilakukan yakni dengan memahami konsep pembinaan dan pengembangan atlet jangka panjang, atau yang dikenal dengan Long Term Athlete Development (LTAD). LTAD dinilai sangat penting terutama dalam mencetak atlet-atlet berprestasi yang disesuaikan dengan fase usia atlet.
Penerapan program LTAD wajib dilakukan tidak hanya oleh pemerintah pusat, namun juga harus diturunkan kepada pembinaan olahraga khususnya di daerah-daerah, untuk menyelaraskan pemerataan atlet potensial di seluruh provinsi.
Hal ini yang kemudian membuat tim pengabdian kepada masyarakat (PKM) Jurusan Pendidikan Kesehatan dan Rekreasi Fakultas Ilmu Olahraga, Universitas Negeri Surabaya (Penkesrek FIO Unesa) melakukan kegiatan sosialisasi mengenai LTAD kepada pelatih dan atlet sepaktakraw di Jawa Timur.
Kegiatan sosialisasi dilakukan selama dua hari secara offline dengan tetap menerapkan protokol kesehatan. Selama dua hari, perwakilan pelatih dan atlet sepaktakraw dari beberapa kabupaten/kota di Jawa Timur menjalani pelatihan yang bertempat di Pacet Mojokerto.
Kegiatan ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan kepada pelatih dan atlet mengenai konsep program LTAD dalam cabang olahraga sepaktakraw.
Tim Binpres PSTI Jawa Timur, Abdul Aziz Hakim yang sekaligus menjadi narasumber dalam kegiatan tersebut menyatakan bahwa, masih banyak atlet yang tidak dapat mempertahankan peak performancenya dalam waktu lama akibat program latihan yang kurang tepat.
“Banyak atlet kita yang masih duduk di usia sekolah dasar, tapi sudah diberi latihan seperti orang dewasa. Akibatnya, performance mereka cepat menurun setelah juara, padahal usianya masih relatif muda, ini kan sangat disayangkan, bapak ibu,” ujar Aziz dalam paparannya. Sabtu, 23 Oktober 2021 lalu.
Menurut Aziz, pelatih harus memahami program LTAD sehingga latihan yang diberikan tidak asal-asalan, melainkan dilakukan secara periodik dengan memperhatikan usia biologis dan perkembangan atlet.
Fenomena yang terjadi di Indonesia saat ini masih sering dilakukan pembinaan atlet secara dadakan. Dalam artian pembinaan baru dilakukan jika atlet akan menjalani kompetisi.
“Mestinya, setiap daerah harus menerapkan pembinaan atlet secara bertahap sejak dini, dan tidak boleh hanya fokus pada prestasi atau kompetisi saja. Anak usia SD atau SMP, misalnya. Jangan menuntut mereka untuk menang, tapi kita harus bisa membuat mereka enjoy the game dulu, menikmati permainan,” sambung Aziz.
Pemberian latihan yang tidak sesuai fase usia, kata Aziz, bisa berdampak pada banyak hal, seperti aspek fisik, psikologis, dan kehidupan sosial atlet, yang mana semua itu secara langsung atau pun tidak langsung dapat mempengaruhi performance mereka di lapangan.
Sumber: ari/yan
Discussion about this post