JAKARTA, LIDIKNEWS.CO.ID- Terkait Cuitan akun twitter@AndiArief yang menilai adanya keanehan sistematis dalam pemilu, Emrus Sihombing menyampaikan pendapatnya.
Andi Arief menuliskan cuitannya di twitter dengan menyatakan “Kalau Pak Prabowo menggunakan hak boikot pemilu dengan alasan keanehan yang tersistematis memangnya pak Jokowi bisa menjadi presiden untuk kedua kalinya?” ujarAndi Arief dalam akun @AndiArief Senin, 7 Januari 2019.
Dihubungi redaksi, Pakar komunikasi politik Dr Emrus Sihombing mengatakan , cuitan Andi Arief pada akun twitternya tersebut menunjukan bahwa beliau adalah seorang politisi yang tidak negarawan.
“Cuitan Andi Arief tersebut menunjukan beliau tidak negarawan, jika Andi Arief seorang politisi juga negarawan beliau harus menggunakan data dan fakta dalam penyampaian informasi di ruang publik kepada masyarakat” Kata Emrus.
Emrus meminta Andi Arief dapat menunjukan keanehan yang tersistematis yang berhubungan dengan pilpres 2019 seperti yang beliau maksud.
“Menyikapi kasus yang baru-baru saja sehubungan dengan cuitan Andi Arief mengenai ditemukannya 7 kontainer surat suara yang telah tercoblos atas nama paslon tertentu yang kemudian ternyata dinyatakan hoax oleh kepolisian dan KPU menyusul ditetapkannya beberapa tersangka sebaiknya Andi Arief mulai mawas diri. Saya harap Andi Arief bisa menunjukkan apa yang dia sebut keanehan yang tersistematis tersebut, jika tidak berdasarkan data dan fakta ungkapan beliau dalam akun twitternya bisa saja kembali disebut hoax.” Tegas Emrus
Sehubungan dengan pernyataanya mengenai memboikot pemilu oleh Prabowo, Emrus menyatakan sampai saat ini saya belum pernah menemukan peraturan perundang-undangan yang menyatakan bahwa paslon bisa melakukan pemboikotan pemilu.
“Cuitan Andi Arief menyatakan pak Prabowo bisa menggunakan hak boikot pemilu dengan alasan keanehan yang tersistematis, saya bisa menilai Andi Arief sengaja menghiperbola isu karena sampai saat ini saya belum menemukan peraturan perundang-undangan bahwa pasangan calon presiden bisa mengundurkan diri atau memboikot pemilu, kita bicara data dan fakta”. Ucap Emrus.
Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan ini juga menanggapi cuitan Andi Arief berikutnya yang di tweet oleh Andi Arief 5 menit setelah tweet “Prabowo menggunakan hak boikot pemilu”, berikut cuitan Andi Arief “kalah pilpres karena keanehan yang sistematis cukup menyakitkan. Meski bisa muncul people power atau protes hasil dengan legitimasi pemilu, namun tidak ada celah bagi yang dicurangi untuk otomatis menjadi presiden.”
Disini yang saya maksud Andi Arief bukan seorang politisi yang negarawan, satu Jika kita menilik hasil dari berbagai survei tidak ada paslon yang memperoleh hasil 80 % suara, artinya apapun itu masih membuka semua kemungkinan untuk kedua pasangan calon tersebut yang kita miliki. Kedua Gerakan People Power itu terjadi jika muncul ketidakpuasan terhadap rezim dan saya tidak melihat jumlah mayoritas masyarakat Indonesia yang bisa memungkinkan gelombang people power yang beliau maksud. Dalam Hal ini Andi Arief menghiperbola keadaan politik Indonesia saat ini yang sebenarnya telah berjalan baik dan terbuka.” Jelas Emrus
Emrus menyarankan Andi Arief untuk lebih bijak dalam mengolah tata bahasa terlebih diruang publik, di akun media sosial yang dia miliki.
Sebagai seorang Akademisi dan juga publik yang memperhatikan cuitan beliau kembali saya meminta Andi Arief berikan data dan fakta tentang keanehan yang tersistematis yang beliau maksudkan,jika benar- benar beliau tidak ingin dikatakan oleh masyarakat sebagai penyebar Hoax.
Emrus menambahkan kata tersistematis adalah segala usaha untuk merumuskan sesuatu dalam hubungannya yang logis sehingga membentuk satu sistem secara utuh, menyeluruh dan terpadu yang mampu menjelaskan rangkaian sebab akibat menyangkut objeknya. Tolong Andi Arief jelaskan yang tersistematis yang ia maksud tersebut.
Emrus mengatakan. Politisi itu ada dua golongan, Pertama politisi politikus orang yang perilaku politiknya pragmatis dan transaksional, menghalalkan berbagai cara memperoleh kekuasaan. Karena itu, apapun boleh jadi dilakukan untuk memenangkan kontestasi politik, termasuk membesar-besarkan persoalam dan menyampaikan pesan komunikasi politik yang berpotensi menciptakan ketakutan ditengah masyarakat.
Baginya seolah kekuasaan menjadi segalanya. Kedua Politisi Negarawan, orang yang perilaku poltiknya berbasis pada ideologi yang kukuh untuk kesejahteraan rakyat. Baginya menang atau kalah dalam suatu kontestasi politik itu wajar. Bila menang ia bisa mewujudkan perjuangan ideologinya. Bila kalah, ia berperan melakukan kontrol kepada kekuasaan.
Menurut saya Andi Arief Politisi Politikus bukan Politisi Negarawan. Tutup Dr Emrus Sihombing Pakar Komunikasi Politik Universitas Pelita Harapan. (RLS/RED)
Discussion about this post