Penulis: Redaksi
OPINI– Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang menjatuhkan vonis kepada terdakwa Rini Pratiwi anggota DPRD Kota Tanjungpinang Politisi PKB Dapil 2 Tanjungpinang Timur dengan nomor putusan 114/Pid.Sus/2021/PN Tpg, sementara Rini Pratiwi terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran hukum terhadap Pasal 68 ayat (3) Jo Pasal 21 ayat (4) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional.
Pada Kamis 12 Agustus 2021 lalu hukuman tersebut berupa denda Rp5 juta, apabila terdakwa tidak membayar denda tersebut, maka digantikan dengan 1 bulan kurungan. Vonis Pengadilan Negeri Tanjungpinang tersebut itu pun mendapat penguatan oleh Putusan Majelis Hakim Pengadilan Tinggi (PT) Pekanbaru atas bersalahnya Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) sebagai anggota DPRD Kota Tanjungpinang yang menggunakan gelar palsu dalam melakukan tindak pidana penggunaan gelar.
Namun menariknya, proses hukum acara Rini Pratiwi di Parlemen atau di DPRD Kota Tanjungpinang, seolah-olah tidak ada kejadian apa-apa dan seakan-akan angin berlalu saja, baik diawal mulanya Rini Pratiwi menjadi tersangka, terdakwa bahkan terpidana. (Terpidana apabila Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekan Baru).
Seyogyanya berdasarkan aturan, Rini Pratiwi ketika menyandang status sebagai terdakwa mengacu berdasarkan register perkara Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang, Rini Pratiwi wajib diberhentikan sementara dari tugasnya berdasarkan perintah Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 Tentang Pemerintahan Daerah Pasal 200 ayat (1) “Anggota DPRD kabupaten/kota diberhentikan sementara karena: a. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana umum yang diancam dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun; atau b. menjadi terdakwa dalam perkara tindak pidana khusus.” kasus Gelar Palsu berdasarkan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional merupakan tindak pidana khusus.
Aturan lebih lanjut Pasal 200 ayat (2) dalam hal anggota DPRD kabupaten/kota dinyatakan terbukti bersalah karena melakukan tindak pidana sebagaimana dimaksud ayat (1) huruf a atau huruf b berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum tetap, anggota DPRD kabupaten/kota yang bersangkutan diberhentikan sebagai anggota DPRD kabupaten/kota.
Ironisnya, kendatipun Kejaksaan Negeri Kota Tanjungpinang masih akan mau Kasasi di Mahkamah Agung, namun apabila kandas juga Pimpinan DPRD Kota Tanjungpinang wajib bersikap berdasarkan perintah Undang-Undang No 23 Tahun 2014 tersebut, begitu juga dengan aturan Tata Tertib DPRD Kota Tanjungpinang Tahun 2019 Pasal 163 ayat (1) Pemberhentian sementara anggota DPRD diusulkan oleh Pimpinanan DPRD kepada Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat melalui Walikota.
Pada Pasal 163 ayat (2) apabila setelah 7 hari terhitung sejak anggota DPRD ditetapkan sebagai terdakwa Pimpinan DPRD tidak mengusulkan pemberhentian sementara, Sekretaris DPRD melaporkan status terdakwa anggota DPRD Kepada Walikota, Pasal 163 ayat (3) walikota berdasarkan laporan Sekretaris DPRD mengajukan usul pemberhentian sementara anggota DPRD kepada Gubernur sebagai Pemerintah Pusat, Pasal 163 ayat (5) dalam hal walikota tidak mengusulkan pemberhentian sementara maka gubernur sebagai wakil pemerintah pusat memberhentikan sementara anggota DPRD berdasarkan Register perkara Pengadilan Negeri tersebut.
Dalam Arti bahwa ada 4 pihak yang wajib mengusulkan pemberhentian Rini Pratiwi sebagai anggota DPRD yang tersandung kasus Tindak Pidana Khusus yakni Pimpinan DPRD, Sekretaris DPRD, Walikota dan Gubernur berdasat aturan hukum Tatib DPRD 2019.
Namun nyatanya sungguh sangat disayangkan, Rini Pratiwi tidak pernah diberhentikan sementara terlihat dan terpantau dilapangan, Rini Pratiwi masih melakukan Dinas Luar (DL) dan Reses sebagaimana tidak terjadi apa-apa dalam kasus hukumnya, saat ini upaya hukum kasasi ke Mahkamah Agung lagi proses dilayangkan oleh Kejaksaan Negeri Kota Tanjungpinang, apabila Mahkamah Agung menguatkan Putusan Pengadilan Tinggi Pekan Baru, artinya masyarakat Kota Tanjungpinang mempunyai perwakilan di DPRD yang berstatus hukum Narapidana.(***)
Discussion about this post