Sawah Berganti Gedung: Alarm Merah Ketahanan Pangan Indonesia
Alih guna lahan pertanian, atau konversi lahan subur menjadi non-pertanian (misalnya permukiman, industri, atau infrastruktur), adalah isu krusial yang mengancam masa depan pangan kita. Fenomena ini marak terjadi seiring pesatnya pembangunan dan urbanisasi, namun dampaknya terhadap ketahanan pangan seringkali luput dari perhatian serius.
Dampak paling langsung adalah penurunan drastis produksi pangan nasional. Setiap hektar lahan pertanian yang hilang berarti potensi gabah, sayur, atau buah yang tidak lagi bisa dihasilkan. Ini secara langsung mengancam ketersediaan pangan, mendorong ketergantungan pada impor, dan membuat harga pangan rentan bergejolak. Swasembada pangan, yang merupakan pilar utama ketahanan pangan, menjadi semakin sulit dicapai.
Selain itu, alih guna lahan juga memukul kesejahteraan petani. Mereka kehilangan lahan garapan, sumber penghidupan, dan warisan turun-temurun. Hal ini memicu urbanisasi, hilangnya regenerasi petani, dan degradasi sosial di pedesaan. Jangka panjang, kondisi ini melemahkan fondasi sistem pangan kita karena berkurangnya minat dan pelaku di sektor pertanian.
Oleh karena itu, pengendalian alih guna lahan pertanian bukan hanya tanggung jawab pemerintah, melainkan juga masyarakat. Diperlukan kebijakan tata ruang yang ketat, penegakan hukum yang tegas, insentif bagi petani, serta kesadaran kolektif untuk melindungi lahan pertanian produktif demi keberlangsungan pangan dan masa depan bangsa. Jika sawah terus berganti gedung, alarm merah bagi ketahanan pangan kita akan terus berdering nyaring.






