Moratorium Hutan: Penjaga Hutan atau Pengalih Arah Deforestasi?
Kebijakan moratorium izin baru di hutan primer dan lahan gambut, yang telah diterapkan di Indonesia, bertujuan mulia untuk mengerem laju deforestasi dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Namun, realitas di lapangan menunjukkan dampak yang berlapis dan tidak selalu linier.
Tujuan dan Harapan:
Moratorium dirancang untuk menghentikan pembukaan lahan besar-besaran di area hutan yang paling rentan, memberikan jeda bagi pemerintah untuk memperbaiki tata kelola kehutanan, meninjau ulang izin-izin lama, dan meningkatkan akurasi data spasial. Harapannya adalah penurunan drastis angka deforestasi.
Dampak Positif yang Terlihat:
Secara umum, kebijakan ini memang berkontribusi pada penurunan laju deforestasi nasional dalam beberapa tahun terakhir. Pencegahan izin baru di area krusial seperti hutan primer dan lahan gambut yang kaya karbon adalah langkah konkret yang berhasil menyelamatkan jutaan hektar hutan dari konversi. Ini juga mendorong perbaikan data spasial dan meningkatkan kesadaran publik serta korporasi akan pentingnya konservasi.
Namun, Ada Sisi Lainnya:
Meskipun demikian, moratorium bukanlah solusi tunggal. Batasannya adalah tidak menyentuh izin yang sudah ada sebelum kebijakan berlaku, yang berarti konversi hutan masih terus berjalan di area konsesi lama. Selain itu, moratorium juga tidak secara efektif menghentikan deforestasi ilegal yang dilakukan oleh oknum atau masyarakat dengan skala kecil, maupun praktik degradasi hutan seperti pembalakan liar selektif.
Salah satu tantangan terbesarnya adalah efek pergeseran (leakage effect). Tekanan untuk membuka lahan tidak serta-merta hilang, melainkan bergeser ke hutan sekunder atau area di luar cakupan moratorium. Ini bisa berarti bahwa sementara hutan primer terlindungi, hutan lain menjadi lebih terancam.
Kesimpulan:
Singkatnya, kebijakan moratorium hutan adalah pedang bermata dua. Ia berhasil menjadi rem darurat yang penting untuk menekan deforestasi di area-area krusial, menunjukkan komitmen pemerintah, dan memperbaiki fondasi tata kelola. Namun, ia juga menyingkap kompleksitas masalah deforestasi yang tidak hanya tentang izin baru. Untuk mencapai nol deforestasi sejati, moratorium harus disokong dengan penegakan hukum yang kuat, pemberdayaan masyarakat, skema ekonomi lestari, dan pengelolaan lanskap terintegrasi yang mampu mengatasi akar masalah di seluruh wilayah hutan, bukan hanya di area-area tertentu.